An orchid shading house in Namo Village.

Article by Shadiq Sos. English translation by Dewi Laila Sari.

With its bright color and unique petal shape, orchids are not only interesting, they are also easy to find in the forest. For the women in Namo Village, orchids are more than just for decoration–it has significant economic potential in increasing their family’s income.

Namo, located in Central Sulawesi in Indonesia, was recognized as a village forest in Palu in 2011 by the Ministry of Forestry, and received the right to manage it as granted by the Governor of Central Sulawesi.

The biodiversity in the Namo forest village is similar to what we can find in Lore Lindu National Park, also in Central Sulawesi, with its abundant non-timber forest products (NTFPs). The cultivation of forest orchids in the Namo village community was initiated by Perkumpulan Inovasi Komunitas (Imunitas), in cooperation with Non-Timber Forest Products Exchange Programme (NTFP-EP), the village forest managing board, and the local government

Currently, there are several items identified as NTFPs that can be processed by the community. These include Anggrek Rotan, resin, aloes, forest honey, plant medicines, among others. There are several types of orchid that live in Namo Village, such as Cymbidium, Miltona, Dendrobium, Oncidium, Vanda, Arachnis, and Renanthera. While plenty of Orchiddaceae (Orchids) can be found in the forest, unfortunately they are not quite utilized by the community yet. More varieties could be found after further studies.

The village women attend an orchid cultivation training course.

Evlin is one of the women in Namo village who cultivates orchids in her own garden, which she has done so for the last two years. For her, orchids aren’t just decorations at home, she also sells them as a way to expand her family’s income. Another villager, Srimpi, also does the same. “[My] family has truly benefited from the forest and the orchids that grow in it,” she says.

Aside from orchids, the villagers also produce products from rattan and sugar palm. They make sure that their livelihoods still contribute to forest resource conservation. The women and the rest of the village implement a participatory guarantee system, a scheme that ensures proper and sustainable harvesting of NTFPs in their area.

Original Text

Dengan kelopaknya yang berwarna cerah dan berbentuk unik, anggrek adalah salah satu spesies tanaman paling menarik yang dapat ditemukan di hutan.

Namun bagi perempuan di Desa Namo, anggrek bukan hanya sekedar tanaman hias saja, namun anggrek memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik kepada mereka. Sejak ditetapkannya sebagai Hutan Desa tahun 2011 oleh Menteri Kehutanan, dan memperoleh Hak Pengelolaan Hutan Desa (HPHD) oleh Gubernur Sulawesi Tengah. Hutan Desa Namo, dengan keanekaragaman hayati yang dijumpai di dalamnya tidak berbeda jauh dengan yang di jumpai di kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Di Hutan Desa Namo berdasarkan pemanfaatannya yang diutamakan adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

Kelompok Budidaya Anggrek Hutan Desa Namo  yang diinisasi oleh Perkumpulan Inovasi Komunitas (Imunitas) bekerjasama dengan NTFP-EP serta Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) dan Pemerintah Desa Namo. Saat ini telah teridentifikasi HHBK yang potensial untuk dikelola oleh masyarakat. Antara lain adalah; Anggrek Rotan, , damar, gaharu, madu hutan, tumbuhaobat-obatan dan lain sebagainya.

Salah satu potensi HHBK yang cukup melimpah, namun belum termanfaatkan adalah tumbuhan anggrek (Orchidaceae). Di hutan desa Namo, dijumpai beberapa jenis anggrek yang antara lain adalah Cymbidium sp dan Miltona sp. Dendrobium sp dan Oncidium sp. Vanda sp, Arachnis sp, dan Renanthera sp. dan masih dimungkinkan dijumpai jenis-jenis anggrek lain jika dilakukan eksplorasi mendalam.

Ibu Evlin salah seorang warga desa Namo telah memulai budi daya anggrek di pekarangan rumahnya,ada beberapa jenis tanaman anggrek yang di ambil dari Hutan Desa Namo yang hidup dengan subur di dan di tata di dalam rumah anggrek, Menurut Ibu Evlin budidaya anggrek yang dia lakukan sudah berjalan dua tahun selain memberi keindahan juga memberi manfaat ekonomi,anggerk yng di budidaya sudah ada yang terjual dengan harga yang lumayan bagus,hal senada juga di sampaikan oleh ibu Srimpi,tanaman anggrek selain memberi nilai tambah secara ekonomi pada keluarga selain itu  perempuan dalam memanfaatkan dan mengelola hutan , hutan berperan penting hampir semua perempuan desa Namo menggantungkan hidup pada hutan.

Hutan tempat mencari kayu bakar, tanaman pangan, tanaman hias sampai obat-obatan. Anggrek jika pemanfaatannya dikelola dengan baik, akan memberikan tambahan pendapatan ekonomis bagi masyarakat, terutama untuk ibu-ibu.

Green Intermediaries